Cerita Anak Lampost Edisi Minggu, 18 Desember 2011
“KAMI SEMUA SAYANG IBU”
Oleh
SUWANDA (ketua cabang FLP Metro)
Hari ini suasana kelas tidak seperti biasanya. Di langit-langit kelas tampak menggantung warna-warni kertas yang digunting oleh Budi dan teman-temannya. Ada yang berbentuk seorang wanita dan seorang laki-laki dan di tengahnya ada seorang anak kecil. Ada juga yang hanya berbentuk bintang, bulan sabit, bunga dan masih banyak yang lainnya. Sejak kemarin SDIT(Sekolah Dasar Islam Terpadu) Wahdatul Ummah Kota Metro sibuk menggunting kertas berwarna-warni dengan rupa-rupa bentuk.
“Anak-anak, besok adalah Hari Ibu yang kita peringati setiap tanggal 22 Desember. Jangan lupa besok ajak ibu kalian untuk hadir ya,” pinta Bu Evi.
“Iya Bu,” jawab Budi dan teman-temannya serempak dengan wajah yang bersinar-sinar.
Tidak terasa sudah hampir pukul sebelas. Pekerjaan mereka pada hari itu hampir selesai. Budi, sebagai ketua kelas meminta kepada teman-temannya untuk mengumpulkan sisa-sisa guntingan kertas yang berserakan di lantai dan kemudian membuangnya di kotak sampah yang telah disediakan.
“Teman-teman, kalau sudah selesai jangan lupa sampahnya dibuang di sini ya!” Pinta Budi kepada teman-temannya sambil memasukkkan sisa-sisa guntingan kertas yang berada di gengaman tangannya ke dalam kotak sampah.
“Iya..,” jawab mereka serempak.
Bu Evi yang melihat tingkah laku mereka hanya tersenyum sambil meneruskan guntingan-guntingan kertas warna-warni yang berbentuk persegi panjang berukuran 5X10 Cm kemudian memasukkannya ke dalam kotak warna hijau di samping tumpukan bunga-bunga yang terbuat dari kertas.
“Bagaimana anak-anak, sudah selesai semua belum?” tanya Bu Evi.
“Sudah, Bu,”jawab anak-anak serempak.
“Bagus. Kalau sudah selesai Ibu minta Budi untuk membantu membagikan kertas-kertas ini kepada teman-temanmu,” pinta Bu Evi.
“Kertas ini untuk apa bu?” Tanya Tono antusias setelah menerima kertas tersebut.
“Nanti Ibu jelaskan, sekarang ambil pensil kemudian duduklah dengan rapi,” jawab Bu Evi sambil memastikan semua anak telah mendapatkan kertas itu.
“Nah, begini anak-anak, besok adalah tanggal 22 Desember dan kita akan merayakan Hari Ibu. Selain menghias ruang kelas, kita juga akan memberikan kado untuk ibu. Kertas yang sudah dibagikan tadi silakah ditulis pesan-pesan yang ingin disampaikan untuk ibu. Mengerti anak-anak,” tanya Bu Evi sambil tersenyum.
“Iya, Bu,” jawab mereka serempak.
“Baiklah, sekarang silakan tulis apa yang ingin kalian sampaikan pada kertas yang sudah dibagikan. Jangan lupa setelah itu kita akan menempelkannya pada bunga ini ya,” Bu Evi mengeluarkan tumpukan bunga yang terbuat dari kertas berwarna-warni dari bawah meja.
“Wah, bagus, Bu. Saya boleh minta satu tidak?” Tanya Adri.
“Ajari cara membuatnya ya, Bu,” sambung Eli.
“Iya, lain kali nanti Ibu ajari cara membuatnya.”
Sesaat kelas tampak hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Ada yang langsung menulis dan ada juga yang melihat langit-langit kemudian memutar-mutar pensil yang dipegangnya kemudian mulai menulis.
Budi, Sang Ketua Kelas, sibuk dengan gerakan-gerakan kecil tangannya sambil sesekali melihat ke langit-langit dan kemudian melanjutkan tarian kecil tangannya itu.
“Sudah, Bu,” hening kelas dipecahkan oleh suara Budi.
“Baiklah, kalau memang sudah selesai, mari bantu Ibu membagikan bunga ini kepada yang lain sambil menunggu mereka untuk menyelesaikan tulisan-tulisanitu.”
***
Hari yang dinanti-nanti oleh anak-anak pun tiba. Mereka sangat gembira sekali. Ketika berpapasan mereka hanya tersenyum-senyum penuh dengan teka-teki, dan ketika ditanya oleh Ibu, mereka hanya gelengan kepala jawabannya kepala sambil tersenyum manja. Budi dan teman-temannya telah berkumpul di depan kelas. Pintu kelas masih terlihat tertutup, belum ada satu pun anak yang diperbolehkan masuk. Para ibu dipersilahkan untuk berbaris di depan kelas dengan memejamkan mata. Kemudian Bu Evi mempersilahkan mereka untuk masuk dengan mata tetap terpejam. Setelah sejenak mengatur barisan kemudian,
“Satu, dua, tiga…, silahkan buka mata!” Anak-anak dan Bu Evi serempak berseru.
Di dindig belakang kelas terlihat tulisan “Selamat Hari Ibu, Kami Semua Sayang Ibu”
Serentak para ibu memberikan tepuk tangan yang meriah. Anak-anak mengeluarkan bunga yang telah berisi tulisan-tulisan untuk ibu dan kemudian memberikannya kepada Ibu mereka masing-masing. Mereka saling berpelukan. Ada yang digendong, ada yang dicium berkali-kali dan bahkan ada yang sampai menitikkan air mata bahagia kerena terharu dengan suasana. Hari itu benar-benar menjadi hari yang penuh dengan kebahagiaan dan sekaligus mengharukan.
“Anak-anak, Ibu adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkan kita, maka sayangilah ibu dan jangan sampai membuat ibu marah ya.” Pesan Bu Evi kepada anak-anak.
——————————————————————————————————————————-^^———————
Menjenguk Dodo
Di sebuah hutan Papare di dekat tepi sungai, tinggalah berbagai macam binatang-binatang. Mereka hidup bersama. Mereka hidup layaknya manusia. Hutan Papare tempat mereka tinggal, dipenuhi dengan berbagai macam tumbuhan. Hutan yang masih asri. Banyak sumber makanan dan air tersedia di sana. Kupu-kupu senantiasa menari-nari di angkasa. Bunga-bunga bermekaran di pagi harinya. Tetes-tetes embun sejuk terasa. Di dekat sungai berdirilah sebuah sekolah alam. Ada Cacil si anak kancil yang lincah dan pandai. Ada Dodo si anak domba yang usil. Ada Maci anak kelinci yang suka menangis. Juga ada Fofo anak kerbau yang berbadan gemuk. Mereka berangkat ke sekolah setiap hari. Di sana ada ibu Memei, si kucing pintar yang menjadi guru mereka . Hari ini mereka belajar kesenian. Biasanya bu Memei melatih mereka bernyanyi. Seperti kali ini mereka bernyanyi dengan riangnya sambil melihat alam di luar kelas.
“Lihat kebunku penuh dengan bunga
Ada yang putih dan ada yang merah
Setiap hari ku siram semua
Mawar melatiku semuanya indah1…” ucap mereka bersama-sama. Bu Memei pun ikut bernyanyi.
“Nah sekarang, Ibu akan menilai kalian satu persatu. Lakukanlah dengan suara merdu dan percaya diri ya…!” ucap Bu Memei kepada para murid sekolah alam.
“Baik, Bu…” seru mereka dengan santun.
“Ahahaha, pasti si Maci dapat nilai merah! Diakan kalau menyanyi seperti suara panci jatuh ke lantai, hahaha…” tiba-tiba Dodo si anak domba mencibir Maci yang sedang menunggu giliran untuk pengambilan nilai bernyanyi. Maci yang pemalu jadi merasa tidak percaya diri.
“Kau tidak boleh bicara seperti itu! Lihat Maci wajahnya jadi berubah tidak seriang tadi..” ucap Fofo.
“Diam kau, gendut!” Dodo tidak terima diberi nasihat oleh Fofo. Fofo pun terdiam.
“Maci, ayo bernyanyi….” seru Bu Memei memanggil Maci si kelinci putih. Maci lalu berjalan menuju ke depan. Di hadapannya ia melihat teman-temannya sedang menunggu Maci bernyanyi. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori keningnya. Jantungnya berdetak lebih kuat. Maci melihat Dodo yang menertawakannya dari kejauhan.
“Ayo, Maci bernyanyilah…! Suaramu tak kalah bagusnya dengan yang lain…!” ucap Cacil si kancil dengan bersemangat. Lama kemudian, akhirnya Maci memberanikan diri untuk bernyanyi. Ia bernyanyi sambil menutup kedua telinganya, karena ia takut mendengar suaranya. Maci takut jika suaranya tidak merdu. Bu Memei memberi tepuk tangan kepada Maci. Maci pun tersenyum lega. Kemudian satu persatu para murid bernyanyi dengan lagu yang telah dinyanyikan bersama-sama tadi.
***
Ketika istirahat, Cacil, Maci, dan Fofo bermain bersama. Mereka bermain papan luncur dan ayunan. Tapi Maci tampak murung.
“Ada apa Maci, kenapa kau tampak bersedih?” ucap Fofo yang baik hati.
“Nilai bernyanyiku pasti jelek..” kata Maci.
“Kau tidak usah memikirkan perkataan Dodo. Dodo memang seperti itu. Ia suka sekali berbuat seenaknya dan jahil..” ucap Cacil.
“Iya. Lebih baik, kita manfaatkan waktu istirahat ini untuk melepas penat..! Ayo kita main lagi, selagi masih istirahat…” ucap Fofo kemudian.
“Oya, bagaimana suaraku tadi?”
“Bagus kok, seperti yang lainnya…” jawab Cacil.
“Benarkah?” Maci tidak yakin.
“Iya, Maci. Suaramu tadi tidak buruk! Sudah ayo kita main..!” ajak Cacil.
“Iya Maci. Aku saja sering dikatai Dodo, gendut. Tapi aku tidak minder… Karena aku bersyukur memiliki badan gemuk seperti ini. Tandanya aku sehat, makananku bergizi, dan jika musim dingin tiba, aku tidak kedinginan karena badanku yang gemuk ini…” ucap Fofo sambil tersenyum. Akhirnya Maci pun tersenyum dan mau bermain lagi.
Di tempat lain, Dodo sedang menjahili teman perempuannya. Dodo menganggu teman-teman perempuan yang sedang bermain tali. Teman-teman sekelasnya sering merasa kesal dengan Dodo karena kejahilannya.
Seminggu berlalu. Tampak kelas terasa sepi. Anak-anak bermain riang. Ketika belajarpun tampak lebih tenang. Tapi ada satu yang kurang. Dodo ternyata tidak masuk sekolah. Bu Memei mengabarkan jika Dodo sakit. Dodo sakit karena jatuh dari bangku ketika mengejar Maci sewaktu pulang sekolah. Teman-teman sekelasnya baru tahu akan hal itu. Merekapun tampak kasihan kepada Dodo. Tapi mereka tidak mau menjenguk Dodo. Sebagai wali kelas, Bu Memei mengerti perasaan teman-teman yang suka dijahili oleh Dodo. Tapi, Bu Memei tidak ingin ada rasa acuh tak acuh kepada murid-muridnya.
“Anak-anak bagaimana jika nanti kita menjenguk Dodo…?” ucap Bu Memei ramah sehabis pelajaran usai.
“Tidak mau…….!” ucap murid-murid. Hanya sedikit saja yang mau datang.
“Sudah seminggu lamanya Dodo sakit. Pasti ia sedih sekali jika tidak ada temannya yang menjenguk.” ujar Bu Memei.
“Biar saja, Bu! Dodokan suka menjahili kita..” ucap Rere, si kura-kura cantik yang sering dijahili ketika bermain tali.
Di tempat lain, tepatnya di rumah Dodo. Dodo merasa kesepian. Tidak ada teman-teman yang datang menjenguknya. Dodo menangis tersedu. Tak lama kemudian, bunyi suara ketukan pintu. Ibu Dodo segera membuka pintu. Ibu Dodo mengira ayah Dodo yang datang dari membeli obat. Ibu Dodo tampak gembira, ternyata serombongan teman-teman sekelas Dodo datang menjenguknya. Mereka juga membawa kue dan buah-buahan. Kemudian mereka masuk ke kamar Dodo.
“Dodo, bagaimana kabarmu?” ucap Maci ramah. Dodo jadi merasa tidak enak. Selama ini Dodo sering menjahili Maci. Bahkan terakhir Dodo sekolah, ia jatuh karena ia mengejar-ngejar Maci ingin merampas makanan milik Maci. Dodo bertambah malu mengingat kejahilannya. Dodo diam tertunduk.
“Eh, kok diam? Kau masih sakit ya? Kalau begitu istirahat yang banyak ya..! Dan jangan lupa makan yang banyak…!” ucap Maci tetap dengan ramah.
“Dodo, kami semua ke sini, karena Bu Memei dan Maci yang mengajak kami untuk menjenguk. Aslinya kami tidak mau..” ucap Rere masih merasa kesal.
“Eh, tidak boleh bicara seperti itu.. Lebih baik kalian bermaafan…” ucap Bu Memei kepada Rere.
“ Dan Dodo harus berjanji untuk tidak jahil lagi. Karena jika Dodo terus menerus jahil. Teman-teman tidak mau lagi berteman dengan Dodo..” ucap Bu Memei melerai.
Dodo merasa sedih dan menyesal. Ia pandangi wajah teman-teman yang sering ia jahili.
“Teman-teman, aku minta maaf ya… Jika selama ini sering membuat kalian kesal. Sebenarnya aku hanya ingin ada yang memperhatikanku. Tapi mungkin caraku yang salah. Sebenarnya aku sayang dengan teman-teman. Maafkan aku ya…” Dodo pun menyesali perbuatannya. Melihat wajah Dodo yang tampak sungguh-sungguh minta maaf. Maci, Rere, Fofo, dan yang lainnya pun memaafkan Dodo. Mereka akhirnya saling bermaafan. Bu Memei pun tersenyum bahagia.
Keterangan:
- 1. Lagu anak-anak berjudul: Lihat Kebunku.
Juara 3 Milad FLP Wilayah Lampung, Desember 2011
oleh Sedamai Lazuardi