Setiap lekuk wajah itu telah kekal
Desahnya, aromanya, belaiannya, ocehannnya
Semua tentangnya telah mengambil separuh memoriku
Wahai Sang malaikatku, Bunda
Suatu hari, dengan lembut kau pinta sesuatu yang remeh padaku
Namun kubalas dengan kata ah, malas, nanti saja
Atau kujawab ya, namun gerak itu tak kunjung hadir
Lalu kau hanya mengelus dada
Dan memberi anakmu maaf
Meski tak ada kata maaf yang terucap di bibirku
Ketika ragamu melemah
Dan pandanganmu merabun
Kau pasti ingin aku ada menuntunmu
Mendengar semua celotehmu
Tentangku dulu, dan atau harapanmu
Atau kisah apa pun agar aku selalu ada di sampingmu
Tapi kini, aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku
Terlalu asik dengan komunitasku
Dan alasan amanah lain
Namun ragamu masih di rumah
Menungguku pulang
Menyiapkan hidangan lezat
Dan mempersiapkan senyum terbaik untuk menyambutku
Namun lagi-lagi aku hanya merebah karena terlalu lelah
Aku tak punya apa pun yang pantas
Lidah ini terlalu kotor untuk memanggil
Tangan ini terlalu nista untuk menyentuh
Dan mata ini terlalu lancang untuk menatap
Sosokmu yang sejak dulu berlumur ketulusan
Bunda, aku tak pernah pandai mengukir senyum
tak pandai pula menyeka peluh dan linangan itu
lalu, masih pantaskah belaianmu bersarang di kepalaku?
Tuhan, siapkanlah permadani indah di sudut surgamu
Hingga raganya dapat merebah
Dan gugurlah segala lelah dan gelisah
Tuhanku, lukislah kisahnya kekal dalam riwayatku
Hingga kedurhakaan malu dilakukan
Dan do’a senantiasa dipanjatkan
Untuknya, malaikat terbaikku
Bunda Fatma
14:13 perpus kampus, ranti suci lestari